Pembenaran Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Istilah
‘filsafat’ secara etimologis merupakan padanan kata falsafah (Arab) dan philosophy (Inggris)
yang berasal dari bahasa Yunani (philosophia). Kata philosophia
merupakan kata majemuk yang tersusun dari kata philos atau phileinyang
berarti kekasih, sahabat, mencintai dan kata sophia yang
berarti kebijaksanaan, hikmat, kearifan, pengetahuan. Kata filsafat untuk
pertama kali digunakan oleh Phythagoras (582 – 496 SM). Berfilsafat
berarti berpikir sedalam-dalamnya (merenung) terhadap sesuatu secara metodik,
sistematik, menyeluruh dan universal untuk mencari hakikat sesuatu. Dengan kata
lain, filsafat adalah ilmu yang paling umum yang mengandung usaha mencari
kebijaksanaandan cinta akan kebijakan. Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk
berfilsafat yaitu keheranan, kesangsian, kesadaran atau keterbatasan.
Apa
yang dimaksud dengan dasar epistemologi Pancasila? Kajian epistemologi filsafat
Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai
suatu sistem pengetahuan. Hal itu dimungkinkan karena epistemologi merupakan
bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu pengetahuan (ilmu tentang ilmu). Kajian
epistemologi Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Oleh
karena itu, dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep
dasarnya tentang hakikat manusia. Epistemologi Pancasila sebagai suatu objek
kajian pengetahuan pada hakikatnya mencakup tentang berbagai masalah
sumber pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila. Adapun tentang
sumber pengetahuan Pancasila seperti yang dijelaskan dan kita
ketahui bersama adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia itu
sendiri. Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk,
filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal itu
berarti Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan
dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia
dimanapun mereka berada.
HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI ONTOLOGIS PANCASILA
- Yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan berdabab, yang perpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikat adalah manusia
- Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa. Jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Maka secara hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila lainnya.
- Landasan Epistemologis Pancasila
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki
asal, syarat, susunan, metode, ilmu pengetahuan.Epistemologi meneliti sumber
pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas ilmu pengetahuan.
Terdapat 3 persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:
a)
Sumber pengetahuan
Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri.
b)
Sebagai suatu
sistem pengetahuan, Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik
dalam susunan Pancasila maupun arti dari setiap sila.
c)
Susunan sila
bersifat hierarkis piramidal, dimana sila pertama menjiwai 4 sila berikutnya,
dan seterusnya.
- Susunan Isi Arti Pancasila
a)
Umum Universal merupakan pangkal tolak pelaksanaan bidang
kenegaraan dan tertib hukum Indonesia dan realisasi praktis berbagai bidang
kehidupan konkrit.
b)
Umum
Kolektif merupakan pedoman
kolektif negara dan bangsa Indonesia dalam tertib hukum Indonesia.
- Khusus dan Konkrit
Merupakan panduan realisasi praktis dalam berbagai
bidang kehidupan yang bersifat khusus konkrit dan dinamis. Sesuai Sila pertama,
epistemologi Pancasila mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak sebagai
tingkat kebenaran yang paling tinggi. Kebenaran dan pengetahuan manusia
merupakan sintesa antara potensi-potensi kejiwaan menusia untuk mendapatkan
kebernaran yang lebih tinggi. Dalam sila ketika, keempat dan kelima
epistemologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus (manusia sebagai mahkluk
individu dan mahkluk sosial). Ilmu pengetahuan pada hakekatnya tidak bebbas
nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia dan
moralitas religius dalam upaya mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang
mutlak dalam hidup manusia.
- Landasan Aksiologis Pancasila Nilai-Nilai Dalam Pancasila
Terdapat 3 tingkatan
nilai dalam filsafat Pancasila:
a)
Nilai Dasar: asas yang diterima sebagai dalil yang bersifat mutlak,
benar dan tidak perlu dipertentangkan yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan,
kerakyatan dan keadilan
b)
Nilai Instrumental: nilai
yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan
terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara
c)
Nilai Praktisi: nilai
yang dilaksanakan dalam kenyataan yang merupakan batu ujian apakah nilai dasar
dan instrumental tersebut berlaku di masyarakat.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan
pendukung nilai-nilai Indonesia, yaitu bangsa yang berketuhanan,
berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan sosial. Pengakuan,
penerimaan dan penghargaan atas nilai-nilai Pancasila akan nampak dalam sikap,
tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencerminkan sifat khas
sebagai manusia Indonesia.
- Nilai Pancasila Dasar dan Arah antara Hak dan Kewajiban
Pandangan mengenai hubungan
antara manusia dan masyarakat merupakan falsafah kehidupan masyarakat yang
memberi corak dan warna bagi kehidupan masyarakat. Pancasila memandang bahwa
kebahagiaan manusia akan tercapai jika ditumbuh-kembangkan hubungan yang serasi
antara manusia dengan masyarakat serta hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha
Kuasa. Apabila memahami nilai-nilai dari sila-sila Pancasila akan terkandungbeberapa
hubungan manusia yang melahirkan keseimbangan antara hak dan kewajiban antar
hubungan tersebut, yaitu sebagai berikut :
a)
Hubungan Vertikal
Adalah hubungan manusia
dengan Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai penjelmaan dari nilai-nilai Ketuhanan Yang
Maha Esa. Dalam hubungannya dengan itu, manusia memiliki kewajiban-kewajiban
untuk melaksanakan perintah-Nya dan menjauhkan/menghentikan larangan-Nya,
sedangkan hak-hak yang diterima manusia adalah rahmat yang tidak terhingga yang
diberikan dan pembalasan amal perbuatan di akhirat nanti.
b)
Hubungan Horisontal
Adalah hubungan manusia
dengan sesamanya baik dalam fungsinya sebagai warga masyarakat, warga bangsa
maupun warga negara. Hubungan itu melahirkan hak dan kewajiban yang seimbang.
c)
Hubungan Alamiah
Adalah hubungan manusia
dengan alam sekitar yang meliputi hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam dengan segala
kekayaannya. Seluruh alam dengan segala isinya adalah untuk kebutuhan manusia.
Manusia berkewajiban untuk melestarikan karena alam mengalami penyusutan
sedangkan manusia terus bertambah. Oleh karena itu, memelihara kelestrian alam
merupakan kewajiban manusia, sedangkan hak yang diterima manusia dari alam
sudah tidak terhingga banyaknya.
- Kesatuan Sila Suatu Sistem Filsafat
Apabila kita bicara tentang filsafat, ada dua hal yang
patut diperhatikan, yaitu filsafat sebagai metode dan filsafat sebagai suatu
pandangan, keduanya sangat berguna untuk memahami Pancasila. Di sisi lain,
kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan
yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis,
dasar epistemologi dan dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. Filsafat
Pancasila adalah refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar
negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok
pengertian secara mendasar dan menyeluruh. Pembahasan filsafat dapat dilakukan
secara deduktif (dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan
menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif dan
secara induktif (dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat,
merefleksikannya dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala
itu). Dengan demikian, filsafat Pancasila akan mengungkapkan konsep-konsep
kebenaran yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan bagi
manusia pada umumnya.
·
Aspek Ontologis
Ontologi menurut Runes, adalah teori tentang
adanya keberadaan atau eksistensi. Sementara Aristoteles, menyebutnya
sebagai ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu dan disamakan artinya dengan
metafisika. Jadi ontologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki makna yang
ada (eksistensi dan keberadaan), sumber ada, jenis ada, dan hakikat ada,
termasuk ada alam, manusia, metafisika dan kesemestaan atau kosmologi. Dasar
ontologi Pancasila adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis,
oleh karenanya disebut juga sebagai dasar antropologis. Subyek pendukungnya
adalah manusia, yakni : yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan dan yang berkeadilan pada hakikatnya adalah
manusia. Hal yang sama juga berlaku dalam konteks negara Indonesia, Pancasila
adalah filsafat negara dan pendukung pokok negara adalah rakyat (manusia).
·
Aspek Epistemologi
Epistemologi adalah bidang/cabang filsafat yang
menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan.
Pengetahuan manusia sebagai hasil pengalaman dan pemikiran, membentuk budaya.
Bagaimana manusia mengetahui bahwa ia tahu atau mengetahui bahwa sesuatu itu pengetahuan
menjadi penyelidikan epistemologi. Dengan kata lain, adalah bidang/cabang yang
menyelidiki makna dan nilai ilmu pengetahuan, sumbernya, syarat-syarat dan
proses terjadinya ilmu, termasuk semantik, logika, matematika dan teori ilmu. Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah suatu sistem pengetahuan.
Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila menjadi pedoman atau dasar bagi bangsa
Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa,
dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia Indonesia untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Pancasila dalam
pengertian seperti itu telah menjadi suatu sistem cita-cita atau
keyakinan-keyakinan (belief system) sehingga telah menjelma menjadi
ideologi (mengandung tiga unsur yaitu :
1.
logos (rasionalitas atau penalaran)
2.
pathos (penghayatan), dan
3.
ethos (kesusilaan).
·
Aspek Aksiologi
Aksiologi mempunyai arti nilai, manfaat, pikiran dan
atau ilmu/teori Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang filsafat yang
menyelidiki :
1.
tingkah laku
moral, yang berwujud etika,
2.
ekspresi etika, yang
berwujud estetika atau seni dan keindahan,
3.
sosio politik yang
berwujud ideologi.
Kehidupan
manusia sebagai mahluk subyek budaya, pencipta dan penegak nilai, berarti
manusia secara sadar mencari memilih dan melaksanakan (menikmati) nilai. Jadi
nilai merupakan fungsi rohani jasmani manusia. Dengan demikian, aksiologi
adalah cabang fisafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis nilai,
tingkatan nilai dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan dan agama.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikemukakan pula bahwa yang mengandung
nilai itu bukan hanya yang bersifat material saja tetapi juga sesuatu yang
bersifat nonmaterial/rokhaniah. Nilai-nilai material relatif mudah diukur yaitu
dengan menggunakan indra maupun alat pengukur lainnya, sedangkan nilai
rokhaniah alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang dibantu indra manusia
yaitu cipta, rasa, karsa serta keyakinan manusia.
Kesimpulan
yang bisa diperoleh dari filsafat Pancasila adalah Pancasila memberikan jawaban
yang mendasar dan menyeluruh atas masalah-masalah asasi filsafat tentang negara
Indonesia.
Komentar
Posting Komentar